Monday 18 May 2015

Ringkasan Makalah
Dalam bahasa Inggris, sidik jari disebut Finger Print, biasanya berbentuk garis-garis horizontal dan vertikal atau gabungan keduanya dan juga ada bentuk lengkungan-lengkungannya.
Seluruh manusia di dunia diciptakan dengan sidik jari yang berbeda, satu sama lainnya. Tak ada sidik jari yang identik di dunia ini, sekalipun di antara dua saudara kembar. Dalam dunia sains pernah dikemukakan, jika ada 5 juta orang di bumi, kemungkinan munculnya dua sidik jari manusia yang sama baru akan terjadi lagi 300 tahun kemudian.
Proses identifikasi manusia masih sulit dilakukan sebelum ditemukannya tanda pengenal pada sidik jari. Sejak itu, muncul ilmu Daktiloskopi, yang khusus mempelajari sidik jari. Namun, sejatinya, sejak lama Islam melalui Al-qur’an telah menjelaskan dan merumuskan teori tersebut (biometrik).
Pengakuan adanya keunikan sidik jari mulai diperkenalkan oleh ahli anatomi Jerman bernama Johann Christoph Andreas Mayer (1747-1801) pada tahun 1788. Menurutnya, setiap sidik jari manusia itu memiliki keunikan sendiri-sendiri. Hal serupa juga dikemukakan oleh Sir William James Herschel (1833-1918) pada tahun 1858. Namun, pada saat itu, sidik jari belum dipakai sebagai teori ilmiah (saintis) untuk dijadikan sebagai tanda pengenal seseorang.
Sidik jari mulai diteliti secara ilmiah dan akhirnya dijadikan sebagai tanda pembeda identitas adalah ketika Sir Francis Golt secara khusus melakukan riset tentang ini pada tahun 1880. Setelah melakukan risetnya, dia mengatakan bahwa tidak ada dua orang manusia di dunia ini yang memiliki bentuk sidik jari yang benar-benar sama.
Pada perkembangannya, muncullah berbagai alat teknologi sidik jari dengan sistem analisa elektronik. Alat ini pertama kali digunakan Federal Bureau Investigation (atau populer dengan sebutan FBI) di Amerika Serikat sekitar akhir abad ke-19 atau tahun 60-an. FBI menggunakannya untuk mengetahui jati diri korban atau bahkan tersangkanya lewat jejak sidik jari yang biasanya tertinggal dalam tempat kejadian.
Setelah itu, sidik jari tidak saja digunakan sebagai alat untuk mengungkap kriminalitas, tapi juga mulai memasuki ranah yang lain, seperti untuk mesin absensi, teknologi akses kontrol pintu, finger print data secure, aplikasi retail, sistem payment dan masih banyak lagi.
Seiring dengan itu, muncullah disiplin ilmu yang mempelajari sidik jari, yaitu Daktiloskopi. Yakni ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas orang dengan cara mengamati garis yang terdapat pada guratan garis jari tangan dan telapak kaki. Daktiloskopi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dactylos yang berarti jari jemari atau garis jari, dan scopein yang artinya mengamati atau meneliti. Kemudian dari pengertian itu timbul istilah dalam bahasa Inggris, dactyloscopy yang kita kenal menjadi ilmu sidik jari.
Pertanyaannya: mengapa sidik jari memiliki peran yang demikian signifikan untuk “pembeda identitas”? Karena sidik jari memiliki beberapa sifat dan karakteristik.
Pertama, parennial nature, yaitu adanya guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada manusia yang bersifat seumur hidup. Karena itu, pola sidik jari relatif mudah diklasifikasikan. Dalam sidik jari, ada pola-pola yang dapat diklasifikasikan sehingga untuk berbagai keperluan, misalnya pengukuran, mudah dilakukan.
Kedua, immutability, yang berarti bahwa sidik jari seseorang tak akan pernah berubah. Sidik jari bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat. Sejak lahir, dewasa, hingga akhir hayat, pola sidik jari seseorang bersifat tetap kecuali sebuah kondisi yaitu terjadi kecelakaan yang serius sehingga mengubah pola sidik jari yang ada. Hal ini berbeda dengan anggota tubuh lain yang senantiasa berubah, seperti bentuk wajah yang berubah seiring usia.
Ketiga, individuality, yang berarti keunikan sidik jari merupakan originalitas pemiliknya yang tak mungkin sama dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun pada seorang yang kembar identik. Dengan kata lain, sidik jari bersifat spesifik untuk setiap orang. Kemungkinan pola sidik jari sama adalah 1:64.000.000.000, jadi tentunya hampir mustahil ditemukan pola sidik jari sama antara dua orang. Pola sidik jari di setiap tangan seseorang juga akan berbeda-beda. Pola sidik jari di ibu jari akan berbeda dengan pola sidik jari di telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking.
Dengan tiga sifat dan karakter di atas, maka pantas jika sidik jari dijadikan sebagai alat pembeda identitas. Dan selama ini, cara ini sangat ampuh dalam mengungkap berbagai kriminalitas di berbagai belahan dunia dan berbagai kebutuhan lainnya.
Namun, tahukah Anda, jauh hari sebelum teori-teori modern tentang sidik jari itu bermunculan (biometrik), sesungguhnya Al-qur’an telah mengupasnya. Al-Qur’an telah memperhatikan sidik jari sebagai sesuatu yang sangat vital dalam anggota tubuh kita.
Allah berfirman, "Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna." (QS. Al-Qiyamah [75]:3-4)
Menurut Harun Yahya dalam Pesona Al-qur’an ketika menjelaskan ayat di atas menulis bahwa penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus. Ini dikarenakan sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari orang lain. Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh penjuru dunia.
Harun Yahya melanjutkan, sistem pengkodean lewat sidik jari ini dapat disamakan dengan sistem kode garis (barcode) sebagaimana yang digunakan saat ini. Akan tetapi, ujarnya, yang penting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan di akhir abad ke-19. Sebelumnya, orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus.
Namun, dalam Al-qur'an, Allah merujuk kepada sidik jari, yang sedikitpun tak menarik perhatian orang waktu itu, dan mengarahkan perhatian kita pada arti penting sidik jari yang baru mampu dipahami di zaman sekarang.
Dan jauh hari sebelum Sir Francis Golt mengemukakan secara ilmiah tentang sidik jari, dokter Persia yang bernama Rashid al-Din Hamadani (1247-1318) sebenarnya pernah menulis dalam Tawarikh, kalau pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada dua individu yang memiliki jari persis sama.
Namun, para penentang kebenaran Al-qur’an selalu saja mencari celah. Dikatakan, bahwa konsep sidik jari sebenarnya sudah diperkenalkan sejak dulu sebelum Islam lahir. Di China, pada abad ketiga SM, sidik jari sudah dijadikan sebagai bukti otentikasi pinjaman. Konon, pedagang Muslim Arab bernama Abu Zaid Hasan, saat berkunjung ke China sebelum 851 CE, menyaksikan pedagang China menggunakan sidik jari untuk otentikasi pinjaman. Pada 650 CE, sejarawan China yang bernama Kia Kung-Yen mengatakan bahwa sidik jari dapat digunakan sebagai alat otentikasi.
Terlepas dari adanya data terakhir ini, yang jelas, bagi kita sebagai umat Islam sangat bangga dengan adanya kitab suci bernama Al-qur’an. Sejak 14 abad yang lalu, al-Qur’an selalu otentik dipergunakan. Informasi-informasi ilmiah yang diberikannya selalu teruji sampai kapanpun, yang saat itu belum disadari sama sekali oleh orang. Dengan kata lain, Al-qur’an adalah bukti tertulis yang paling otentik yang bisa dijadikan sebagai rujukan ilmiah dalam mengupas persoalan-persoalan teknologi zaman sekarang. Sedangkan bukti-bukti lain terkadang aus terkikis zaman atau hilang dan terbakar.

Web E-Dakwah
http://muslim.or.id/
http://www.dakwatuna.com/



12650033
Muhammad Murah Pamuji

Keajaiban Al Quran dilihat dari sisi kandungannya telah banyak ditulis dan diketahui, tetapi keajaiban dilihat dari bagaimana Al Quran ditulis/disusun mungkin belum banyak yang mengetahui. Orang-orang non-muslim khususnya kaum orientalis barat sering menuduh bahwa Al Qur’an adalah buatan Muhammad. Padahal kalau kita baca Al Qur’an ada ayat yang menyatakan tantangan kepada orang-orang kafir khususnya untuk membuat buku/kitab seperti Al Quran dimana hal ini tidak mungkin akan dapat dilakukannya meskipun jin dan manusia bersatu padu membuatnya. Tulisan singkat ini bertujuan untuk menyajikan beberapa keajaiban Al Qur’an dilihat dari segi bagaimana Al Qur’an ditulis, dan sekaligus secara tidak langsung juga untuk menyangkal tuduhan tersebut, dimana Muhammad sebagai manusia biasa tidak mungkin dapat melakukan atau menciptakan sebuah Al Qur’an. Pandangan sains secara konvensional menempatkan matematika sebagai suatu yang prinsipil dari sebuah cabang pengetahuan dimana alasan dikedepankan, emosi tidak dilibatkan, kepastian menjadi hal yang ingin diketahui, dan kebenaran hari ini merupakan kebenaran untuk selamanya. Dalam masalah agama, ilmuan memandang bahwa semua agama sama, karena semua agama sama-sama tidak mampu memverifikasi atau menjustifikasi kebenaran melalui pembuktian yang dapat diterima oleh logika. Jadi suatu hal dikatakan valid jika ada bukti nyata, dan pembuktian ini merupakan sebuah prosedur yang dibentuk untuk membuktikan suatu realitas yang tak terlihat melalui sebuah proses deduksi dan konklusi yang hasil akhirnya dapat diterima oleh semua pihak. Dengan dasar tersebut, tulisan ini mencoba untuk membawa pembaca pada suatu kesimpulan bahwa Al Qur’an yang ditulis menurut aturan matematika, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an adalah benar-benar firman Allah dan bukan buatan NabiMuhammad. Kiranya patut juga direnungi apa yang dikatakan oleh Galileo (1564-1642 AD) bahwa . “Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menuliskan alam semesta ini)” ada benarnya. Kebenaran bahasa matematika tersebut akan dibahas sekilas sebagai tambahan dari tema utama tulisan ini.

Angka-angka Menakjubkan dari Beberapa Kata dalam Al Qur’an

Kalau kita buka Al Quran dan kita perhatikan beberapa kata dalam Al Quran dan menghitung berapa kali kata tersebut disebutkan dalam Al Quran, kita akan peroleh suatu hal yang sangat menakjubkan. Mungkin kita betanya, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencari dan menghitungnya. Dengan kemajuan teknologi khususnya komputer, hal tersebut tidak menjadi masalah. Tabel 1 menyajikan frekuensi penyebutan beberapa kata penting dalam Al Qur’an yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan tabel tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik. Misalnya pada kata “dunya” dan “akhirat” yang disebutkan dalam Al Qur’an dengan frekuensi sama, kita dapat menafsirkan bahwa Allah menyuruh umat manusia untuk memperhatikan baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat secara seimbang. Artinya kehidupan dunia dan akhirat sama-sama penting bagi orang Islam. Selanjutnya pada penyebutan kata “malaaikat” dan “syayaathiin” juga disebutkan secara seimbang. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kebaikan yang direfleksikan oleh kata “malaaikah” akan selalu diimbangi oleh adanya kejahatan yang direfleksikan oleh kata “syayaathiin”. Hal lain juga dapat kita kaji pada beberapa pasangan kata yang lain.

Tabel 1. Jumlah Penyebutan beberapa Kata Penting dalam Al Quran

Sumber: From the Numeric Miracles In the Holy Qur’an by Suwaidan, www.islamicity.org


Beberapa kata lain yang menarik dari tabel tersebut adalah kata “syahr (bulan)” yang disebutkan sebanyak 12 kali yang menunjukkan bahwa jumlah bulan dalam setahun adalah 12, dan kata “yaum (hari)” yang disebutkan sebanyak 365 kali yang menunjukkan jumlah hari dalam setahun adalah 365 hari. Selanjutnya Kata “lautan (perairan)” disebutkan sebanyak 32 kali, dan kata “daratan” disebut dalam Al Quran sebanyak 13 kali. Jika kedua bilangan tersebut kita tambahkan kita dapatkan angka 45.


Sekarang kita lakukan perhitungan berikut:

· Dengan mencari persentase jumlah kata “bahr (lautan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(32/45)x100% = 71.11111111111%

· Dengan mencari persentase jumlah kata “barr (daratan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(13/45)x100% = 28.88888888889%

Kita akan mendapatkan bahwa Allah SWT dalam Al Quran 14 abad yang lalu menyatakan bahwa persentase air di bumi adalah 71.11111111111%, dan persentase daratan adalah 28.88888888889%, dan ini adalah rasio yang riil dari air dan daratan di bumi ini.

Al Qur’an Didisain Berdasarkan Bilangan 19

Dalam kaitannya dengan pertanyaan yang bersifat matematis yang hanya memiliki satu jawaban pasti, maka jika ada beberapa ahli matematika, yang menjawab di waktu dan tempat yang berbeda dan dengan menggunakan metode yang berbeda, maka tentunya akan memperoleh jawaban yang sama. Dengan kata lain, pembuktian secara matematis tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Perlu diketahui bahwa dari seluruh kitab suci yang ada di dunia ini, Al Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang seluruhnya ditulis dalam bahasa aslinya. Berkaitan dengan pembuktian, kebenaran Al Qur’an sebagai wahyu Allah yang sering dikatakan oleh orang barat sebagai ciptaan Muhammad, dapat dibuktikan secara matematis bahwa Al Qur’an tidak mungkin diciptakan oleh Muhammad. Adalah seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuan muslim, Dr. Rashad Khalifa yang pertama kali menemukan sistem matematika pada desain Al Qur’an. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari Al Quran pada 1968, dan memasukkan Al Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an. Dia tertantang untuk memperoleh jawaban untuk menjelaskan tentang inisial pada beberapa surat dalam Al Qur’an (seperti Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan hanya dengan “hanya Allah yang mengetahui maknanya”. Dengan tantangan ini, dia memulai riset secara mendalam pada inisial-inisial tersebut setelah memasukkan teks Al Qur’an ke dalam sistem komputer, dengan tujuan utama mencari pola matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial tersebut. Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “MIRACLE OF THE QURAN: Significance of the Mysterious Aphabets” pada Oktober 1973 bertepatan dengan Ramadan 1393. Pada buku tersebut hanya melaporkan bahwa inisial-inisial yang ada pada beberapa surat pada Al Qur’an memiliki jumlah huruf terbanyak (proporsi tertinggi) pada masing-masing suratnya, dibandingkan huruf-huruf lain. Misalnya, Surat “Qaaf” (S No. 50) yang dimulai dengan inisial “Qaaf” mengandung huruf “Qaaf” dengan jumlah terbanyak. Surat “Shaad” (QS No. 38) yang memiliki inisial “Shaad”, mengandung huruf “Shaad” dengan proporsi terbesar. Fenomena ini benar untuk semua surat yang berinisial, kecuali Surat Yaa Siin (No. 36), yang menunjukkan kebalikannya yaitu huruf “Yaa” dan “Siin” memiliki proporsi terendah. Berdasarkan temuan tersebut, pada awalnya dia hanya berfikir sampai sebatas temuan tersebut mengenai inisial pada Al Qur’an, tanpa menghubungkan frekuensi munculnya huruf-huruf yang ada pada inisial surat dengan sebuah bilangan pembagi secara umum (common denominator). Akhirnya, pada Januari 1974 (bertepatan dengan Zul-Hijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan 19 sebagai bilangan pembagi secara umum[1] dalam insial-inisial tersebut dan seluruh penulisan dalam Al Qur’an, sekaligus sebagai kode rahasia Al Qur’an. Temuan ini sungguh menakjubkan karena seluruh teks dalam Al Qur’an tersusun secara matematis dengan begitu canggihnya yang didasarkan pada bilangan 19 pada setiap elemen sebagai bilangan pembagi secara umum. Sistem matematis tersebut memiliki tingkat kompleksitas yang bervariasi dari yang sangat sederhana (bisa dihitung secara manual) sampai dengan yang sangat kompleks yang harus memerlukan bantuan program komputer untuk membuktikan apakah kelipatan 19. Jadi, sistem matematika yang didasarkan bilangan 19 yang melekat pada Al Quran dapat diapresiasi bukan hanya oleh orang yang memiliki kepandaian komputer dan matematika tingkat tinggi, tetapi juga oleh orang yang hanya dapat melakukan penghitungan secara sederhana.


Selain 19 sebagai kode rahasia Al Qur’an itu sendiri, peristiwa ditemukannya bilangan 19 sebagai “miracle” dari Al Qur’an juga dapat dihubungkan dengan bilangan 19 sebagai kehendak Allah. Disebutkan di atas bahwa kode rahasia tersebut ditemukan pada tahun 1393 Hijriah. Al Qur’an diturunkan pertama kali pada 13 tahun sebelum Hijriah (hijrahNabi). Jadi keajaiban Al Qur’an ini ditemukan 1393+13=1406 tahun (dalam hitungan hijriah) setelah Al Qur’an diturunkan, yang bertepatan dengan tahun 1974 M.


Surah 74 adalah Surah Al Muddatsir yang berarti orang yang berkemul (Al Quran dan Terjemahnya, Depag) dan juga dapat berarti rahasia yang tesembunyi, yang memang mengandung rahasia Allah mengenai keajaiban Al Qur’an. Dalam Surah 74 ayat 30-36 dinyatakan:

(74:30) Di atasnya adalah 19.

(74:31) Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu (19) melainkan untuk:

- cobaan/ujian/tes bagi orang-orang kafir,

- meyakinkan orang-orang yang diberi Al Kitab (Nasrani dan Yahudi),

- memperkuat (menambah)keyakinan orang yang beriman,

- menghilangkan keragu-raguan pada orang-orang yang diberi Al kitab dan juga orang-orang yang beriman, dan

- menunjukkan mereka yang ada dalam hatinya menyimpan keragu-raguan; dan orang-orang kafir mengatakan: “Apakah yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia. Dan ini tiada lain hanyalah sebuah peringatan bagi manusia.

(74:32) Sungguh, demi bulan.

(74:33) Dan malam ketika berlalu.

(74:34) Dan pagi (subuh) ketika mulai terang.

(74:35) Sesungguhnya ini (bilangan ini) adalah salah satu dari keajaiban yang besar.

(74:36) Sebagai peringatan bagi umat manusia.


Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat. Menurut Dr. Rashad Khalifa, menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk ujian/tes bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orang-orang nasrani dan yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19 ini merupakan keajaiban yang besar dari Al Qur’an sesuai ayat 35 di atas, menurut terjemahan Dr. Rashad Khalifa (dan juga terjemahan beberapa penterjemah lain). Jadi pada ayat 35 kata “innahaa” merujuk pada kata “’iddatun” pada ayat 31.


Mengapa 19?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan tentang sistem bilangan. Kita pasti mengenal betul sistem bilangan Romawi yang masih sangat dikenal pada saat ini, seperti I=1, V=5, X=10, L=50, C=100, D=500 dan M=1000. Seperti halnya pada sistem bilangan Romawi, sistem bilangan juga dikenal pada huruf-huruf arab. Bilangan yang ditandai pada setiap huruf dikenal sebagai “nilai numerik (numerical value atau gematrical value)”. Click link ini untuk mengetahui lebih jauh tentang nilai numerik.

Setelah mengetahui nilai dari setiap huruf arab tersebut, kita dapat menjawab mengapa 19 dipakai sebagai kode rahasia Allah dalam Al Qur’an, dan sekaligus dapat digunakan untuk mengungkap keajaiban Al Qur’an. Berikut beberapa hal yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa 19.


* 19 merupakan nilai numerik dari kata “Waahid” dalam bahasa arab yang artinya ‘esa/satu’ (lihat Tabel 2) Tabel 2. Nilai numerik dari kata “waahid”


* 19 merupakan bilangan positif pertama dan terakhir (1 dan 9), yang dapat diartikan sebagai Yang Pertama dan Yang Terakhir seperti yang dikatakan Allah, misalnya, pada QS 57 ayat 3 sebagai berikut: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS 57:3). Kata “waahid” dalam Qur’an disebutkan sebanyak 25 kali, dimana 6 diantaranya tidak merujuk pada Allah (seperti salah satu jenis makanan, pintu, dsb). Sisanya 19 kali merujuk pada Allah. Total jumlah dari (nomor surat + jumlah ayat pada masing-masing surat) dimana 19 kata “waahid” yang merujuk pada Allah adalah 361 = 19 x 19. Jadi 19 melambangkan keesaan Allah (Tuhan Yang Esa).

* Pilar agama Islam yang pertama juga dikodekan dengan 19

“La – Ilaha – Illa – Allah”

Nilai-nilai numerik dari setiap huruf arab pada kalimah syahadat di atas adalah dapat ditulis sebagai berikut

“30 1 – 1 30 5 – 1 30 1 – 1 30 30 5”

Jika susunan angka tersebut ditulis menjadi sebuah bilangan, diperoleh = 30113051301130305 = 19 x … atau merupakan bilangan yang mempunyai kelipatan 19. Jadi jelaslah bahwa 19 merujuk kepada keesaan Allah sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah.

Beberapa Contoh Bukti-bukti yang Sangat Sederhana tentang Kode 19

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa desain Al Qur’an yang didasarkan bilangan 19 ini, dapat dibuktikan dari penghitungan yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat komplek. Berikut ini hanya sebagian kecil dari keajaiban Al Quran (sistim 19) yang dapat ditulis dalam artikel singkat ini. Fakta-fakta yang sangat sederhana:

(1) Kalimat Basmalah pada (QS 1:1) terdiri dari 19 huruf arab.

(2) QS 1:1 tersebut diturunkan kepada Muhammad setelah Surat 74 ayat 30 yang artinya “Di atasnya adalah 19”.

(3) Al Qur’an terdiri dari 114 surah, 19×6.

(4) Ayat pertama turun (QS 96:1) terdiri dari 19 huruf.

(5) Surah 96 (Al Alaq) ditempatkan pada 19 terakhir dari 114 surah (dihitung mundur dari surah 114), dan terdiri dari 19 ayat

(6) Surat terakhir yang turun kepada Nabi Muhammad adalah Surah An-Nashr atau Surah 110 yang terdiri dari 3 ayat. Surah terakhir yang turun terdiri dari 19 kata dan ayat pertama terdiri dari 19 huruf.

(7) Kalimat Basmalah berjumlah 114 (19×6). Meskipun pada Surah 9 (At Taubah) tidak ada Basmalah pada permulaan surah sehingga jumlah Basmalah kalau dilihat pada awal surah kelihatan hanya 113, tetapi pada Surah 27 ayat 30 terdapat ekstra Basmalah (dan juga 27+30=57, atau 19 x 3). Dengan demikian jumlah Basmalah tetap 114.

(8) Jika dihitung jumlah surah dari surah At Taubah (QS 9) yang tidak memiliki Basmalah sampai dengan Surah yang memuat 2 Basmalah yaitu S 27, ditemukan 19 surah. Dan total jumlah nomor surah dari Surah 9 sampai Surah 27 diperoleh (9+10+11+…+26+27=342) atau 19×18. Total jumlah ini (342) sama dengan jumlah kata antara dua kalimat basmalah dalam Surat 27.

(9) Berkaitan dengan inisial surah, misalnya ada dua Surah yang diawali dengan inisial “Qaaf” yaitu Surah 42 yang memiliki 53 ayat dan Surah 50 yang terdiri dari 45 ayat. Jumlah huruf “Qaaf” pada masing-masing dua surat tersebut adalah 57 atau 19 x 3. Jika kita tambahkan nomor surah dan jumlah ayatnya diperoleh masing-masing adalah (42+53=95, atau 19 x 5) dan (50+45=95, atau 19 x 5). Selanjutnya initial “Shaad” mengawali tiga surah yang berbeda yaitu Surah 7, 19, dan 38. Total jumlah huruf “Shaad” di ketiga surah tersebut adalah 152, atau 19 x 8. Hal yang sama berlaku untuk inisial yang lain.

(10) Frekuensi munculnya empat kata pada kalimat Basmalah dalam Al Qur’an pada ayat-ayat yang bernomor merupakan kelipatan 19 (lihat Tabel 3)

Tabel 3: Empat kata dalam Basmalah dan frekuensi penyebutan dalam ayat-ayat yang bernomor dalam Al Quran


No. Kata Frekuensi muncul

1 Ism 19

2 Allah 2698 (19×142)

3 Al-Rahman 57 (19×3)

4 Al-Rahiim 114 (19×6)


(11) Ada 14 huruf arab yang berbeda yang membentuk 14 set inisial pada beberapa surah dalam Al Qur’an, dan ada 29 surah yang diawali dengan inisial (seperti Alif-Lam-Mim). Jumlah dari angka-angka tersebut diperoleh 14+14+29=57, atau 19×3.

(12) Antara surah pertama yang berinisial (Surah 2 atau Surah Al Baqarah) dan surah terakhir yang berinisial (Surah 68), terdapat 38 surah yang tidak diawali dengan inisial, 38=19×2.

(13) Al-Faatihah adalah surah pertama dalam Al-Quran, No.1, dan terdiri dri 7 ayat, sebagai surah pembuka (kunci) bagi kita dalam berhubungan dengan Allah dalam shalat. Jika kita tuliskan secara berurutan Nomor surah (No. 1) diikuti dengan nomor setiap ayat dalam surah tersebut, kita dapatkan bilangan: 11234567. Bilangan ini merupakan kelipatan 19. Hal ini menunjukkan bahwa kita membaca Al Faatihah adalah dalam rangka menyembah dan meng-Esakan Allah.

Selanjutnya, jika kita tuliskan sebuah bilangan yang dibentuk dari nomor surah (1) diikuti dengan bilangan-bilangan yang menunjukkan jumlah huruf pada setiap ayat (lihat Tabel 4), diperoleh bilangan : 119171211191843 yang juga merupakan kelipatan 19.

Tabel 4: Jumlah huruf pada setiap ayat dalam Surah Al Faatihah


(14) Ketika kita membaca Surah Al-Fatihah (dalam bahasa arab), maka bibir atas dan bawah akan saling bersentuhan tepat 19 kali. Kedua bibir kita akan bersentuhan ketika mengucapkan kata yang mengandung huruf “B atau Ba’” dan huruf “M atau Mim”. Ada 4 huruf Ba’ dan 15 huruf Mim. Nilai numerik dari 4 huruf Ba’ adalah 4×2=8, dan nilai numerik dari 15 huruf Mim adalah 15×40=600. Total nilai numerik dari 4 huruf Ba’ dan 15 huruf Mim adalah 608=19×32 (lihat Tabel 5).

Tabel 5. Kata-kata dalam Surah Al-Fatihah yang mengandunghuruf Ba’ dan Mim beserta nilai numeriknya

Kejadian Di Alam Semesta yang Terkait dengan Bilangan 19

Beberapa kejadian lain di alam ini dan juga dalam kehidupan kita sehari-hari yang mengacu pada bilangan 19 adalah:

· Telah dibuktikan bahwa bumi, matahari dan bulan berada pada posisi yang relatif sama setiap 19 tahun

· Komet Halley mengunjungi sistim tata surya kita sekali setiap 76 tahun (19×4).

· Fakta bahwa tubuh manusia memiliki 209 tulang atau 19×11.

· Langman’s medical embryology, oleh T. W. Sadler yang merupakan buku teks di sekolah kedokteran di Amerika Serikat diperoleh pernyataan “secara umum lamanya kehamilan penuh adalah 280 hari atau 40 minggu setelah haid terakhir, atau lebih tepatnya 266 hari atau 38 minggu setelah terjadinya pembuahan”. Angka 266 dan 38 kedua-duanya adalah kelipatan dari 19 atau 19×14 dan 19×2.

Lima Pilar Islam (Rukun Islam) dan Sistem 19

Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi sejak Nabi Ibrahim sebagai the founding father of Islam (misalnya lihat QS 2:67, 130-136; QS 5:44, 111; QS 3:52).Pesan utama yang disampaikan oleh seluruh Nabi sejak Nabi Ibrahim sampai Nabi Muhammad adalah sama yaitu menyembah Allah yang Esa, ShalatPuasa, Zakat dan Haji. Allah menyempurnakan Islam melalui Nabi Muhammad. Jadi praktek shalat, zakat, puasa danhaji telah dilakukan dan diajarkan oleh Nabi-nabi sejak Nabi Ibrahim. Dari kelima pilar agama Islam, dapat ditunjukkan bahwa semua berkaitan dengan sistim bilangan 19 (kelipatan 19).

· Syahadat

Telah dibahas di atas bahwa pilar pertama agama Islam “Laa Ilaaha Illa Allah” didisain berdasarkan bilangan 19.

· Shalat

Kata “shalawat” yang merupakan bentuk jamak dari kata “shalat“ muncul di Al Qur’an sebanyak 5 kali. Ini menunjukkan bahwa perintah Allah untuk melaksanakan shalat 5 kali sehari dikodekan di Al Qur’an. Selanjutnya jumlah rakaat dalam shalat dikodekan dengan bilangan 19. Jumlah rakaat pada shalat subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya masing-masing adalah 2,4,4,3, dan 4 rakaat. Jika jumlah rakaat tersebut disusun menjadi sebuah angka 24434 merupakan bilangan kelipatan 19 atau (24434 = 19×1286). Digit 1286 kalau dijumlahkan akan didapat angka 17 (1+2+8+6) yang merupakan jumlah rakaat shalatdalam sehari. Untuk hari Jum’at jumlah rakaat Shalat adalah 15, karena Shalat Jum’at hanya 2 rakaat. Ini juga dapat dikaitkan dengan bilangan 19 (kelipatan 19). Jika kita buat hari Jum’at sebagai hari terakhir, maka jumlah rakaat shalat mulai hari Sabtu sampai Jum’at dapat ditulis secara berurutan sebagai berikut: 17 17 17 17 17 17 15. Jika urutan bilangan tersebut kita jadikan menjadi satu bilangan 17171717171715, maka bilangan tersebut merupakan bilangan dengan kelipatan 19 atau (19 x 903774587985). Jadi pada intinya shalat itu menyembah Tuhan yang Satu (ingat: 19 adalah total nilai numerik dari kata ‘waahid’). Surah Al-Fatihah yang dibaca dalam setiap rakaat dalam Shalat seperti dibahas sebelumnya juga mengacu pada bilangan 19. Selanjutnya, kata “Shalat’ dalam Al Qur’an disebutkan sebanyak 67 kali. Jika kita jumlahkan nomor surat-surat dan nomor ayat-ayat dimana ke 67 kata “Shalat” disebutkan, diperoleh total 4674 atau 19×246.

· Puasa

Perintah puasa dalam Al Qur’an disebutkan pada ayat-ayat berikut:

- 2:183, 184, 185, 187, 196;

- 4:92; 5:89, 95;

- 33:35, 35; dan

- 58:4.

Total jumlah bilangan tersebut adalah 1387, atau 19×73. Perlu diketahui bahwa QS 33:35 menyebutkan kata puasa dua kali, satu untuk orang laki-laki beriman dan satunya lagi untuk wanita beriman.

· Kewajiban Zakat dan Menunaikan Haji ke Mekkah

Sementara tiga pilar pertama diwajibkan kepada semua orang Islam laki-laki dan perempuan, Zakat dan Haji hanya diwajibkan kepada mereka yang mampu. Hal ini menjelaskan fenomena matematika yang menarik yang berkaitan dengan Zakat dan Haji.

Zakat disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat berikut:

Penjumlahan angka-angka tersebut diperoleh 2395. Total jumlah ini jika dibagi dengan 19 diperoleh sisa 1 (bilangan tersebut tidak kelipatan 19).

Haji disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat

- 2:189, 196, 197;

- 9:3; dan

- 22:27.

Total penjumlahan angka-angka tersebut diperoleh 645, dan angka ini tidak kelipatan 19 karena jika angka tersebut dibagi 19 kurang 1.

Kemudian jika dari kata Zakat dan Haji digabungkan diperoleh nilai total 2395+645 = 3040 = 19x160.

Penutup
Secara umum disimpulkan bahwa Al Qur’an didisain secara matematis. Apa yang dibahas di atas hanyalah sebagian kecil dari ribuan bukti tentang desain matematis dari Al Qur’an dan khususnya tentang bilangan dasar 19 sebagai desain Al Qur’an yang dapat disajikan pada tulisan ini. Selain itu, tulisan ini hanya memfokuskan pada contoh-contoh yang sangat sederhana, sementara untuk contoh-contoh yang sangat kompleks tidak disajikan di sini karena mungkin akan sulit dipahami oleh orang yang tidak memiliki latar belakang atau kurang memahami matematika. Bilangan 19 yang juga berarti Allah yang Esa, dan juga berarti tidak ada Tuhan melainkan Dia, dapat dikatakan sebagai “Tanda tangan Allah” di alam semesta ini. Hal ini sesuai dengan salah satu firman Allah yang menyatakan bahwa seluruh alam ini tunduk dan sujud kepada Allah dan mengakui keesaan Allah. Hanya orang-orang kafir lah yang tidak mau sujud dan mengakui keesaan Allah. Allah dalam menciptakan Al Qur’an dan alam semesta ini telah melakukan perhirtungan secara detail, seperti firman Allah yang berbunyi: “dan Allah menghitung segala sesuatunya satu per satu (secara detail)” (QS 72:28). Jumlahkan angka-angka pada nomor surah dan ayat tersebut !!!!!! Anda memperoleh angka 19 (7+2+2+8=19). Dari uraian di atas khususnya mengenai lima pilar Islam diperoleh kesimpulan yang sangat tegas bahwa pemeluk Islam adalah orang-orang yang pasrah dan tunduk menyembah dan mengakui keesaan Allah seperti yang ditunjukkan bahwa kelima pilar Islam tersebut berkaitan dengan sistim bilangan 19 (nilai numerik dari kata “waahid” atau Esa). Hal ini juga sesuai dengan Islam sendiri yang yang secara harfiah dapat berarti pasrah/tunduk. Hal lain yang dapat diambil sebagai pelajaran dari sistim bilangan 19 sebagai disain Al Qur’an adalah terpecahkannya “unsolved problem” mengenai perdebatan di antara para ulama terhadap status “Basmalah” pada Surah Al-Faatihah apakah termasuk salah satu ayat dalam surah tersebut atau tidak. Dengan ditemukannya bilangan 19 sebagai disain Al Qur’an, bukti-bukti matematis pada tulisan ini telah membuktikan bahwa lafal “Basmalah” termasuk dalam salah satu ayat Surah Al-Fatihah. Sebagai penutup, semoga tulisan ini dapat menambah keimanan bagi orang-orang yang beriman, menjadi tes/ujian bagi mereka yang belum beriman, dan menghilangkan keragu-raguan bagi mereka yang hatinya dihinggapi keragu-raguan akan kebenaran Al Qur’an. Allah akan membiarkan sesat orang-orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya (QS 74:31).

Catatan:
Untuk memverifikasi “keajaiban matematis” dari Al Qur’an anda perlu menggunakan Al Qur’an yang dicetak menurut versi cetak Arab Saudi atau Timur Tengah pada umumnya. Mengapa? Hasil penelitian yang saya lakukan, terdapat banyak perbedaan antara Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya dan Qur’an versi cetak Arab Saudi (kebetulan saya memegang Qur’an versi cetak Arab Saudi), meskipun perbedaan tersebut tidak berpengaruh pada makna/arti. Perbedaan tersebut hanya pada cara menuliskan beberapa kata. Meskipun demikian, jika mengacu pada “Keajaiban Matematis” dari Al Qur’an, Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya (yang disusun oleh orang Indonesia) menyalahi aturan yang aslinya sehingga keajaiban matematis tidak muncul. Saya hanya memberikan 2 contoh kata saja dari sekian kata yang berbeda penulisannya yaitu kata “shirootho” dan “insaana”. Menurut versi cetak Arab Saudi, tidak ada huruf “ALIF” antara huruf “RO’” dan “THO” pada kata “SHIROOTHO” (lihat di Surat Al Fatihah) dan antara huruf “SIN” dan “NUN”pada kata “INSAANA”, tetapi menurut versi cetak Indonesia pada umumnya terdapat huruf ALIF pada kedua kata tersebut. Pada versi cetak Arab Saudi, untuk menunjukkan bacaan panjang pada bunyi ROO dan SAA pada kata SHIROOTHO dan INSAANA, digunakan tanda “fathah tegak”. Saya paham, maksud orang menambahkan ALIF pada kedua kata tersebut agar lebih memudahkan bagi pembacanya, tetapi ternyata menyimpang dari aslinya. Maka dari itu anda menemukan jumlah huruf yang lebih banyak pada Surat Al Fatihah ayat 6 dan 7 dari yang saya tuliskan. Sebagai tambahan, salah satu ciri Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya adalah Surat Al Fatihah terletak pada HALAMAN 2, sementara versi cetak Arab Saudi, Fatihah berada pada HALAMAN 1.
Mengenai jumlah kata, kata harus didefinisikan sebagai susunan dari beberapa huruf (dua hrurf atau lebih), sehingga anda harus memperlakukan “WA atau WAU” sebagai huruf meskipun bisa diartikan dengan kata “DAN” dalam bahasa Indonesia. Perlakuan “WA” (misalnya pada kata “WATAWAA”) sebenarnya bisa disamakan dengan “BI” (pada kata BISMI), karena kebetulan BI bisa gandeng dengan kata berikutnya, sementara WA tidak bisa ditulis gandeng dengan kata yang mengikutinya. Jadi jangan hitung “WA” sebagai kata, tetapi sebagai huruf.


Sumber

Sunday 17 May 2015

Di dalam Al Quran, Allah Swt., berfirman, “Tidak Kami luputkan sesuatu pun di dalam al­Kitab.” (QS. Al­An’am: 38). Membaca firman ini mengajak kita merenungkan hal-hal apa saja yang dicantumkan di dalam Al­ Quran. Memang tidak secara khusus diceritakan di dalamnya, namun secara umum dijelaskan karena Al ­Quran bukan buku diktat. Tentulah yang dijelaskan hal-hal yang memberi manfaat dan kian mendekatkan manusia kepada Allah Swt. Salah satunya adalah besi.
Bahasa Arab besi adalah al-hadid. Salah satu nama dari surat-surat yang ada di dalam Al­Qur’an adalah Al-hadid. Tentu menjadi pertanyaan, seberapa besarnya rahasia besi sehingga diceritakan di dalam Al Quran dan bahkan dijadikan salah satu nama dari nama-­nama surat di dalam Al Quran.
Antara Besi dan Al Quran Bila dikaji dalam surat Al-hadid, penyebutan kata besi memang bukan terdapat di awal surat. Bahkan, dikaji dari sebab turunnya ayat yang menceritakan besi di dalam kitab Lubabunnuquul fi asbaabin Nuzuul karya Imam Jalaluddin As­Suyuuthi, memang tidak terdapat. Tetapi, kata besi yang dalam bahasa Arabnya Al-hadid terdapat di dalam surat tersebut.

Ayat 25 dari surat Al-hadid yang membicarakan tentang besi. Allah Swt. berfirman:

“… Dan Kami turunkan besi yang pada terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia…”

Kata “turunkan” yang digunakan dalam ayat tersebut sama dengan kata “turunkan” yang digunakan untuk penurunan Al Quran. Yaitu, kata anzalnaa. Hal ini dilihat dari surat Al­-Qadr ayat 1,

 “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) di malam qadar.” Al­Qur’an hadir atau diturunkan Allah untuk manusia sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan­penjelasan mengenai petunjuk tersebut serta menjadi pembeda antara yang benar dan yang batil. (QS. Al­Baqarah [2]: 185).

Demikian halnya dengan besi yang diturunkan Allah kepada manusia, untuk menjadi petunjuk dan pembeda antara yang benar dan yang batil. Dari mana tahunya? Dari ayat yang terdapat setelah Allah menceritakan penurunan besi kepada manusia.
Petunjuk dan kekuatan adalah dua hal yang hampir sama. Petunjuk menjadi pelita untuk bisa mencapai sesuatu yang benar. Kekuatan adalah pilar untuk bisa meraih yang benar. Tanpa ada kekuatan sulit didapat kebenaran yang tepat. Ini sudah disaksikan dalam kehidupan kita. Makanya, besi dan Al Quran di satu sisi diturunkan Allah untuk memberikan petunjuk dan kekuatan terhadap keimanan kepada Allah Swt.

Ayat-­ayat yang Membicarakan Besi

Allah Swt. tidak hanya menceritakan tentang besi di surat al-hadid saja. Ada sembilan ayat yang mengupas masalah besi di dalam al­Qur’an. Di antaranya adalah:

 1. Surat Al­-Kahfi ayat 96
Allah menjelaskan proses pengelohan besi “Berilah aku potongan­-potongan besi. Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu)”

2. Surat Al­-Anbiyaa’ ayat 80
Allah menjelaskan teknologi pengolahan besi di Jaman Nabi Daud.
“Dan Kami ajarkan (pula) kepada Daud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperanganmu. Apakah kamu bersyukur (kepada Allah)?”

3. Surat Saba’ (Kaum Saba) ayat 10-­11
Allah masih menjelaskan teknologi pembuatan baju besi
“Dan Sungguh, telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman),
 “Wahai gunung­gunung dan burung­burung! Bertasbihlah berulang­-ulang bersama Daud, “ dan Kami telah melunakkan besi untuknya. (Yaitu) buatlah baju besi yang besar­besar dan ukurlah anyamannya, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

4. Surat An­Nahal ayat 81
Allah menceritakan manfaat besi
“Dan Allah menjadikan tempat bernaung bagimu dari apa yang telah Dia ciptakan, Dia menjadikan bagimu tempat­tempat tinggal di gunung­gunung, dan Dia menjadikan pakian bagimu yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikian Allah menyempurnakan nikmat­Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada­Nya).”

Besi dalam Penilaian Pakar

Besi dalam Kajian DR. Michael Denton

            DR. Michael Denton adalah pakar microbiology. Dalam bukunya “The Destiny of Nature”, ia mengungkapkan bahwa dari seluruh logam yang ada, besi yang paling penting bagi manusia. Besi berasal dari letusan supernova, lalu pecahannya tersebar ke semua penjuru kosmos.
            Gravitasi atom besi berada di posisi titik bumi, yang menciptakan panas dan mengawali terjadinya perbedaan unsur kimiawi di bumi. Besi meleleh di posisi titik bumi seperti dinamo raksasa hingga menciptakan medan magnet bagi bumi. Lalu tercipta serbuk radiasi Van Allen yang fungsinya melindungi bumi dari segala radiasi yang berbahaya, serta menjaga lapisan ozon dari kerusakan yang ditimbulkan sinar kosmik.
            Tahukah Anda, tanpa atom besi maka tidak akan ada kehidupan yang berbasis karbon dalam semesta ini. Tanpa supernova, maka panas yang dibutuhkan saat awal­awal terbentuknya bumi ini juga tidak ada. Atmosfer maka medan magnetis pelindung bumi ini pun tidak ada. Serbuk Van Allen yang menyebabkan adanya lapisan ozon juga tidak ada jika tanpa supernova. Bahkan, unsur zat besi dalam pembentukan hemoglobin manusia juga ada pengaruh supernova.
Intinya, manfaat besi sangat besar bagi kehidupan manusia. Besi bukan hanya alat untuk berperang saja. Bukan hanya alat untuk membuat senjata dan baju perang. Tapi, manfaat besi lebih dari itu. Bila dikaji kembali dalam surat Al-hadid, Allah Swt. menceritakan besi di dalam Al Quran tidak lain menunjukkan bahwa keimanan orang yang mempercayai Al Quran yang menjelaskan tentang hal-hal yang diluar jangkauan akal manusia. Jadi, di dalam surat Al-hadid ayat 28, Allah Swt.,
“Wahai orang­orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul­Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat­Nya kepadamu dua bagian..”
Artinya, Allah menurunkan surat al-hadid dan hal ihwal diturunkannya besi adalah fakta bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Al Quran yang menjadi mukjizatnya adalah benar datangnya dari Allah. Besi yang dimaktubkan di dalam Al Quran adalah bukti bahwa Al Quran yang diturunkan pada abad ke-­7 sudah menceritakan tentang besi yang sudah ada pada masa Nabi Daud As. Tak ada kebohongan yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Karena itu, beriman kepada­Nya dan bertakwalah kepada Allah Swt.

Besi adalah satu bukti juga bahwa Allah Swt. Kuasa menjadi hal yang sangat dibutuhkan bumi dan manusia. Namun, kenapa manusia tak kuasa membuat dirinya untuk senantiasa beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.

Web E-Dakwah

http://www.anneahira.com/
http://alhadid.or.id/

Saturday 16 May 2015



Al-Quran merupakan produk Saintek Allah yang diturunkan kepada manusia untuk menuntun manusia akan jalur-jalur riset yang perlu ditempuh, sehingga manusia memperoleh hasil yang benar. Di sini fungsi al-Quran sebagai hudan memberikan kecerahan pada akal manusia, sehingga manusia merasa lapang di hadapan Allah yang Maha Luas. Kebenaran hasil riset ini dapat diukur dari kesesuaian antara akal dengan naql. Kerja akal yang sesuai dengan naql ini dapat dikategorikan sebagai ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus turut mengisi definisi ijtihad dalam arti umum yang memiliki nilai yang sangat besar sebagaimana yang dikatakan oleh Ali R.A. 
“Berpikir satu saat lebih baik daripada beribadah selama 1 tahun”.
Oleh sebab itu, usaha terus menerus untuk mengkaji al-Quran perlu dilakukan dan bahkan hukumnya menjadi fardlu 'ain bagi setiap ilmuwan yang akan meriset terhadap alam semesta, menciptakan produk teknologi merupakan hasil kerja dari orang-orang yang taat kepada tata tertib al-Quran. Al-Quran juga merupakan sumber permasalahan yang layak untuk diriset. Yang dimaksud di sini bukan al-Qurannya itu sendiri yang diriset, namun permasalahan riset dapat saja muncul setelah orang membaca dan mengkaji al-Quran. Metode ini termasuk jenis induktif. Selain itu Islam juga mempersilakan kepada para periset untuk menggunakan metode deduktif (yang sesungguhnya dalam ayat lain hal ini termasuk juga pada deduksi al-Quran). Oleh sebab itu jika periset merupakan orang yang beriman maka tidak ada masalah untuk menggunakan metode riset, apakah itu induktif atau deduktif.
Di atas dijelaskan bahwa al-Quran merupakan karya Allah. Saintek ini dalam tingkatannya dapat dikategorikan sebagai teknologi tingkat I. Teknologi yang diciptakan manusia beriman merupakan derivasi dari teknologi pertama dan disebut sebagai teknologi tingkat II. Ilmuwan tidak beriman menciptakan alat teknologi, dan menempatkannya dalam urutan teknologi tingkat I. Ini merupakan kekeliruan karena akan memberikan akibat lain pada model ilmuwan. Orang yang tak beriman akan mengagungkan teknologi, bersikap arogan dan jika diteruskan akan bermuara kepada penuhanan kepada diri sendiri. Jelaslah bahwa hasil teknologi yang demikian itu tidak dapat dimasukkan dalam wilayah ibadah kepada Allah swT. Firman Allah dalam surat al-A'raf (7) ayat 146:
“Aku akan memalingkan orang-orang yang memalingkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dari ayat-ayat-Ku”.

Ilmu pengetahuan atau sains adalah ilmu pengetahuan kealaman (natural sciences). lmu pengetahuan kealaman dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: Life Sciences ilmu pengetahuan mengenai makhluk hidup di alam dan Physical Sciences ilmu pengetahuan mengenai suatu benda mati di alam.
Teknologi adalah ilmu pengetahuan tentang penerapan ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan.
Obyek ilmu pengetahuan adalah semua makhluk Allah di alam semesta ini. OIeh karenanya obyek ilmu pengetahuan sangat luas seluas jumlah makhluk Allah.
Al-Quran merupakan produk karya Allah yang diwahyukan untuk menuntun manusia dalam segala karyanya termasuk dalam proses karya ilmiah agar memperoleh hasil yang benar yang sesuai akal dan naql.
Dengan demikian al-Quran sebagai sumber ajaran Islam yang pertama dan utama dalam kaitannya dengan saintek berfungsi sebagai berikut:
1.      Sebagai landasan filosofi dalam ber-Saintek.
2.      Sebagai Prediktor terhadap kejadian di masa mendatang
3.      Sebagai sumber motivasi.
4.      Merupakan ujud Simplikasi (penyederhanaan) makhluk Allah dan seluruh perubahannya di alam raya ini.
5.      Sebagai sumber etika pengembangan Saintek.
6.      Sebagai sumber kebenaran ilmiah.

Web E-Dakwah